Newest Post

// Posted by :Unknown // On :Senin, 08 Desember 2014


MAKALAH

Etika jurnalistik

Oleh                           :   Vivi Yuli Astuti
Mata Kuliah               : Jurnalistik
Semester/Kelas          : II B
Program Study          : Bahasa Inggris

                                                                                     


Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan
Universitas Pakuan, Jl. Pakuan PO Box 452 Bogor 16143 Jawa Barat
Indonesia.

Kata Pengantar
Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh.
Puji dan syukur kami panjatkan kepada Allah SWT yang telah memberikan berkat, rahmat, taufik dan hidayah-Nya sehingga kami Kelompok 2 dapat menyelesaikan makalah dengan judul “Etika Jurnalistik”.
Dalam penyusunannya, para penulis mendapatkan banyak bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, kami  mengucapkan banyak terima kasih bagi mereka yang telah memberikan pikirannya dalam membantu menyelesaikan makalah ini.
Tak ada gading yang tak retak. Para penulis menyadari bahwa makalah ini masih diliputi kesalahan-kesalahan yang perlu diperbaiki.  Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun agar kami bisa lebih baik lagi untuk kedepannya.
Akhir kata, para penulis berharap makalah ini bermanfaat bagi semua pembaca.
Wassalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh.                                     





                                                                                                                       Kelompok  II
















Daftar Isi

Kata Pengantar                                   .............................................................................    1
Daftar Isi                                             ................................................................................    2
BAB I PENDAHULUAN    
     1.1. Latar Belakang                         .................................................................................  3
    
1.2. Perumusan Masalah                .............................................................................   3
BAB II PEMBAHASAN
  1. Pengertian Jurnalistik              ............................................................................   4
·         Pengertian Etika Jurnalistik ....................................................................   5
  1. Kode Etik Jurnalistik
·         Pengertian Kode Etik ...........................................................................   6
·         Pentingnya Kode Etik ...........................................................................   6
·         Tanggung jawab wartawan ...................................................................  10
·         Kode Etik Wartawan  ...........................................................................  12
BAB III PENUTUP

      A. Kesimpulan                              ..................................................................................    13
      B. Penutup                                                ..............................................................................     13
Daftar pustaka                                                .............................................................................   14










BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang
Adanya pihak yang merasa resah dengan adanya kebebasan pers. Keresahan itu dinyatakan dalam bentuk ungkapan yang berbunyi “Kebebasan pers tanpa batas”, padahal tidak ada kebebasan yang tidak memiliki batas di dalam masyarakat modern, termasuk di Negara paling liberal sekalipun. Tak terkecuali di lingkungan masyarakat primitif. Mereka bahkan menganut aturan-aturan tertentu dalam menjalankan keprimitifannya.
Dimanapun tulisan jurnalis dipublikasikan, baik di Koran, online di web atau lewat siaran radio dan televisi, jurnalis harus mengikuti aturan moral dan hukum sebagaimana diatur dalam undang-undang spesifik dan pedoman serta prinsip dasar umum. Beberapa aturan dan prinsip ini dinamakan “etika”. Hukum dan etika adalah pedoman bagi jurnalis untuk menjawab persoalan yang cukup rumit dalam mengumpulkan berita, pelaporan, penulisan, dan editing.
Apakah yang membatasi pers dalam menjalankan kebebasannya, yang dinilai sebagai hak yang asasi itu? Setidaknya ada empat hal yang perlu dipertimbangkan setiap orang saat berbicara soal kebebasan pers, yaitu: undang-undang (UU) dan hukum positif (delik pers), konsep atau sistem nilai yang dianut masyarakat, kode etik, dan teori jurnalisme. Di makalah ini akan memaparkan tentang kebebasan pers.
1.2 Perumusan Masalah                                                      
            Berdasarkan uraian diatas, perumusan masalahnya adalah sebagai berikut :
1.      Apa yang dimaksud dengan etika jurnalistik ?
2.      Apa yang dimaksud dengan kode etik jurnalistik ?
3.      Pentingkah adanya kode etik jurnalistik dan siapa yang berhak merumuskan kode etik ?
4.      Apa saja tanggung jawab wartawan ?

BAB II PEMBAHASAN
2.1 Pengertian jurnalistik
Pada mulanya jurnalistik hanya mengelola hal-hal yang sifatnya informatif saja. Itu terbukti pada Acta Diurna sebagai produk jurnalistik pertama pada zaman Romawi Kuno, ketika kaisar Julius Caesar berkuasa.
Sekilas tentang pengertian dan perkembangan jurnalistik, Assegaff sedikit menceritakan sedikit sejarah. Bahwa jurnalistik berasal dari kata Acta Diurna, yang terbit di zaman Romawi, dimana berita-berita dan pengumuman ditempelkanatau dipasang di pusat kota yang di kala itu disebut Forum Romanum. Namun asal kata jurnalistik adalah “Journal” atau “Du jour” yang berarti hari, di mana segala berita atau warta sehari itu termuat dalam lembaran tercetak. Karena kemajuan teknologi dan ditemukannyapencetakan surat kabar dengan system silinder (rotasi), maka istilah “pers muncul”, sehingga orang lalu mensenadakan istilah “jurnalistik” dengan “pers”. Sejarah yang pasti tentang jurnalistik tidak begitu jelas sumbernya, namun yang pasti jurnaliatik pada dasarnya sama yaitu diartikan sebagai laporan. Dan dari pengertian ada beberapa versi. Kalau dalam dari sejarah Islam cikal bakal jurnalistik yang pertama kali didunia adalah pada zaman Nabi Nuh.
Suhandang dalam bukunya juga menerangkan sejarah Nabi Nuh teerutama dalam menyinggung tentang kejurnalistikan. Dikisahkan bahwa pada waktu itu sebelum Allah SWT menurunkan banjir yang sangat hebatkepada kaum yang kafir, maka datanglah maiakat utusan Allah SWT kepada Nabi Nuh agar ia memberitahukan cara membuat kapal sampai selesai. Kapal yang akan dibuatnya sebagai alat untuk evakuasi Nabi Nuh beserta sanak keluarganya, seluruh pengikutnya yang shaleh dan segala macam hewan masing-masing satu pasang. Tidak lama kamudian, seusainya Nabi Nuh membuat kapal, hujan lebat pun turun berhari-hari tiada hentinya. Demikian pula angin dan badai tiada henti, menghancurkan segala apa yang ada di dunia kecuali kapal Nabi Nuh. Dunia pun dengan cepat menjadi lautan yang sangat besar dan luas. Saat itu Nabi Nuh bersama oranng-orang yang beriman lainnya dan hewan-hewan itu telah naik kapal, dan berlayar dengan selamat diatas gelombang lautan banjir yang sangat dahsyat.
Hari larut berganti malam, hingga hari berganti hari, minggu berganti minggu. Namun air tetap menggenang dalam, seakan-akan tidak berubah sejak semula. Sementara itu Nabi Nuh beserta lainnya yang ada dikapal mulai khawatir dan gelisah karena persediaan makanan mulai menipis. Masing-masing penumpang pun mulai bertanya-tanya, apakah air bah itu memang tyidak berubah atau bagaimana? Hanya kepastian tentang hal itu saja rupanya yang bisa menetramkan karisuan hati mereka. Dengan menngetahui situasi dan kondisi itu mereka mengharapkan dapat memperoleh landasan berfikir untuk melakukan tindak lanjut dalam menghadapi penderitaanya, terutama dalam melakukan penghematan yang cermat.
Guna memenuhi keperluan dan keinginan para penumpang kapalnya itu Nabi Nuh mengutus seekor burung dara ke luar kapal untuk meneliti keadaan air dan kemungkinan adanya makanan. Setelah beberapa lama burung itu terbang mengamati keadaan air, dan kian kemari mencari makanan, tetapi sia-sia belaka. Burung dara itu hanya melihat daun dan ranting pohon zaitun (olijf) yang tampak muncul ke permukaan air. Ranting itu pun di patuknya dan dibawanya pulang ke kapal. Atas datangnya kembali burung itu dengan membawa ranting zaitun. Nabi Nuh mengambil kesimpulan bahwa air bah sudah mulai surut, namun seluruh permukaan bumi masih tertutup air, sehingga burung dara itu pun tidak menemukan tempat untuk istirahat demikianlah kabar dan berita itu disampaikan kepada seluruh anggota penumpangnya.
Atas dasar fakta tersebut, para ahli sejarah menamakan Nabi Nuh sebagai seorang pencari berita dan penyiar kabar (wartawan) yang pertama kali di dunia. Bahkan sejalan dengan teknik-teknik dan caranya mencari serta menyiarkan kabar (warta berita di zaman sekarang dengan lembaga kantor beritannya). Mereka menunjukan bahwa sesungguhnya kantor berita yang pertama di dunia adalah Kapal Nabi Nuh.
Seiring kemajuan teknologi informasi maka yang bermula dari laporan harian maka tercetak manjadi surat kabar harian. Dari media cetak berkembang ke media elektronik, dari kemajuan elektronik terciptalah media informasi berupa radio. Tidak cukup dengan radio yang hanya berupa suara muncul pula terobosan baru berupa media audio visual yaitu TV (televisi). Media informasi tidak puas hanya dengan televisi, lahirlah berupa internet, sebagai jaringan yang bebas dan tidak terbatas. Dan sekarang dengan perkembangan teknologi telah melahirkan banyak media (multimedia)
2.2 Pengertian Etika Jurnalistik
          Kata etika berasal dari bahasa Yunani kuno yaitu “ethikos” yang berarti timbul dari kebiasaan. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, etika dirumuskan dalam tiga arti yaitu ilmu tentang apa yang baik dan buruk mengenai hak dan kewajiban moral, kumpulan asas atau nilai yang berkenaan dengan akhlak, dan nilai mengenai yang benar dan salah yang dianut suatu golongan masyarakat
            Kata jurnalistik juga berasal dari bahasa Yunani, yaitu “diurna”, dalam bahasa Inggris yaitu “journal” yang berarti catatan harian. Jurnalistik itu sendiri adalah bidang profesi yang mengusahakan penyajian informasi tentang kejadian dan atau kehidupan sehari-hari secara berkala dengan menggunakan sarana-sarana penerbitan yang ada. Kegiatan jurnalistik meliputi mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah dan menyampaikan informasi baik dalam bentuk tulisan, suara, gambar, suara dan gambar serta data dan grafik dengan menggunakan media cetak, elektronik, dan jenis saluran lainnya.
Jadi, pengertian etika jurnalistik adalah standar aturan perilaku dan moral, yang mengikat para jurnalis dalam melaksanakan pekerjaannya. Etika jurnalistik ini penting. Pentingnya bukan hanya untuk memelihara dan menjaga standar kualitas pekerjaan si jurnalis bersangkutan, tetapi juga untuk melindungi atau menghindarkan khalayak masyarakat dari kemungkinan dampak yang merugikan dari tindakan atau perilaku keliru dari si jurnalis bersangkutan.
2.3Pengertian  Kode Etik Jurnalistik
            Kode etik merupakan panduan moral dan etika kerja yang disusun dan di tetapkan oleh organisasi atau profesi seperti dokter, pengacara, guru, jurnalis, dan lain-lain. Selain sebagai pedoman, fungsi kode etik juga mengatur mengenai hal-hal yang seharusnya boleh dilakukan dan tidak. Maksudnya adalah untuk mencegah anggota organisasi profesi bersangkutan melakukan praktik-praktik merugikan profesi dan masyarakat, apalagi praktik-praktik yang menyangkut pelanggaran pidana. Dengan demikian, kode etik jurnalistik adalah aturan tata sila kewartawanan dan juga norma tertulis yang mengatur sikap, tingkah laku, dan tata karma penerbitan.
Kemerdekaan berpendapat, berekspresi dan pers adalah hak asasi manusia yang dilindungi Pancasila, Undang-Undang dasar 1945 dan Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia PBB. Kemerdekaan pers adalah sarana masyarakat untuk memperoleh informasi dan berkomunikasi guna memenuhi kebutuhan hakiki dan meningkatkan kualitas kehidupan manusia. Dalam mewujudkan kemerdekaan pers itu, wartawan Indonesia juga menyadari adanya kepentingan umum dan tanggung jawab.

2.4 Pentingnya Kode Etik Jurnalistik
Kemerdekaan mengeluarkan pikiran adalah hak paling mendasar yang dimiliki setiap insan jurnalis, yang wajib dijunjung tinggi dan dihormati oleh semua pihak. Sekalipun kemerdekaan mengeluarkan pikiran merupakan hak jurnalis yang dijamin konstitusi, mengingat Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah negara hukum, maka setiap jurnalis wajib menegakkan hukum, keadilan dan kebenaran dalam menggunakan haknya untuk mengeluarkan pikiran.
Dalam bidang jurnalisme kode etik diperlukan karena adanya tuntutan yang sangat asasi, yaitu kebebasan pers. Di sisi lain, kode etik juga dibuat untuk melindungi organisasi dan anggota profesinya dari tekanan atau hal-hal merugikan yang datang dari luar. Jadi, kode etik biasanya sebagian juga bermuatan masalah-masalah yang di atur dalam delik pers.



Lalu siapa yang berhak merumuskan Kode Etik Jurnalistik ini?
Kode Etik biasanya dirumuskan oleh organisasi profesi bersangkutan, dan Kode Etik itu bersifat mengikat terhadap para anggota organisasi. Misalnya : IDI (Ikatan Dokter Indonesia) membuat Kode Etik Kedokteran yang mengikat para dokter anggota IDI. Begitu juga Ikadin (Ikatan Advokat Indonesia), atau Ikahi (Ikatan Hakim Indonesia), dan seterusnya. Di Indonesia, Aliansi Jurnalis Independen (AJI), sebagai salah satu organisasi profesi jurnalis, telah merumuskan Kode Etik sendiri.
AJI bersama sejumlah organisasi jurnalis lain secara bersama-sama juga telah menyusun Kode Etik Jurnalis Indonesia, yang diharapkan bisa diberlakukan untuk seluruh jurnalis Indonesia.Selain organisasi profesi, institusi media tempat si jurnalis itu bekerja juga bisa merumuskan Kode Etik dan aturan perilaku (Code of Conduct) bagi para jurnalisnya.
Harian Media Indonesia, misalnya, sudah memiliki dua hal tersebut.[3] Isinya cukup lengkap, sampai ke soal “amplop”, praktek pemberian uang dari sumber berita kepada jurnalis, yang menimbulkan citra buruk terhadap profesi jurnalis karena seolah-olah jurnalis selalu bisa dibeli. Meskipun disusun oleh organisasi profesi atau institusi media yang berbeda-beda, di Indonesia atau pun di berbagai negara lain, isi Kode Etik pada umumnya bersifat universal dan tak banyak berbeda.
Tentu saja tidak akan ada Kode Etik yang membolehkan jurnalis menulis berita bohong atau tak sesuai dengan fakta, misalnya. Variasi kecil yang ada mungkin saja disebabkan perbedaan latar belakang budaya negara-negara bersangkutan. Untuk gambaran yang lebih jelas, sebagai contoh di sini disajikan Kode Etik AJI.
Kode Etik Aliansi Jurnalis Independen (AJI)
  1. Jurnalis menghormati hak masyarakat untuk memperoleh informasi yang benar.
  2. Jurnalis senantiasa mempertahankan prinsip-prinsip kebebasan dan keberimbangan dalam peliputan dan pemberitaan serta kritik dan komentar.
  3. Jurnalis memberi tempat bagi pihak yang kurang memiliki daya dan kesempatan untuk menyuarakan pendapatnya.
  4. Jurnalis hanya melaporkan fakta dan pendapat yang jelas sumbernya.
  5. Jurnalis tidak menyembunyikan informasi penting yang perlu diketahui masyarakat.
  6. Jurnalis menggunakan cara-cara yang etis untuk memperoleh berita, foto, dan dokumen.
  7. Jurnalis menghormati hak nara sumber untuk memberi informasi latar belakang, off the record, dan embargo.
  8. Jurnalis segera meralat setiap pemberitaan yang diketahuinya tidak akurat.
  9. Jurnalis menjaga kerahasiaan sumber informasi konfidensial, identitas korban kejahatan seksual, dan pelaku tindak pidana di bawah umur.
  10. Jurnalis menghindari kebencian, prasangka, sikap merendahkan, diskriminasi, dalam masalah suku, ras, bangsa, jenis kelamin, orientasi seksual, bahasa, agama, pandangan politik, cacat/sakit jasmani, cacat/sakit mental, atau latar belakang sosial lainnya.
  11. Jurnalis menghormati privasi seseorang, kecuali hal-hal itu bisa merugikan masyarakat.
  12. Jurnalis tidak menyajikan berita dengan mengumbar kecabulan, kekejaman, kekerasan fisik dan seksual.
  13. Jurnalis tidak memanfaatkan posisi dan informasi yang dimilikinya untuk mencari keuntungan pribadi.
  14. Jurnalis dilarang menerima sogokan.
  15. Jurnalis tidak dibenarkan menjiplak.
  16. Jurnalis menghindari fitnah dan pencemaran nama baik.
  17. Jurnalis menghindari setiap campur tangan pihak-pihak lain yang menghambat pelaksanaan prinsip-prinsip di atas.
  18. Kasus-kasus yang berhubungan dengan kode etik akan diselesaikan oleh Majelis Kode Etik.


Majelis Kode Etik
Anggota Majelis ini dipilih untuk masa kerja dua tahun. Jumlah dan kriteria anggota Majelis ini ditentukan oleh Kongres AJI. Jika ada anggota Majelis yang tidak dapat melaksanakan tugasnya, maka pengisian lowongan anggota tersebut ditetapkan oleh Majelis dengan persetujuan pengurus AJI Indonesia.
Tugas Majelis Kode Etik, antara lain:
1.      Melakukan pengawasan dalam pelaksanaan Kode Etik
2.      Melakukan pemeriksaan dan penelitian yang berkait dengan masalah pelanggaran Kode etik oleh anggota AJI.
3.      Mengumpulkan dan meneliti bukti-bukti pelanggaran Kode Etik.
4.      Memanggil anggota yang dianggap telah melakukan pelanggaran Kode Etik.
5.      Memberikan putusan benar-tidaknya pelanggaran Kode Etik.
6.      Meminta pengurus AJI untuk menjatuhkan sanksi atau melakukan pemulihan nama.
7.      Memberikan usul, masukan dan pertimbangan dalam penyusunan atau pembaruan Kode Etik.
Dewan Pers
Selain Majelis Kode Etik dari AJI, yang cakupan wewenangnya terbatas hanya untuk anggota AJI, di tingkat nasional juga kita kenal lembaga Dewan Pers, yang salah satu fungsinya adalah menetapkan dan mengawasi pelaksanaan Kode Etik Jurnalistik.
Dewan Pers adalah lembaga independen yang dibentuk pada 19 April 2000, berdasarkan ketentuan Pasal 15 UU No. 40 Tahun 1999, dalam upaya mengembangkan kemerdekaan pers dan meningkatkan kehidupan pers nasional.
Anggota Dewan Pers terdiri dari 9 (sembilan) orang, yang mewakili unsur wartawan, pimpinan perusahaan pers, dan tokoh masyarakat yang ahli di bidang pers.Selain menetapkan dan mengawasi pelaksanaan Kode Etik Jurnalistik,
Dewan Pers berfungsi memberi pertimbangan dan mengupayakan penyelesaian pengaduan masyarakat atas kasus-kasus yang berhubungan dengan pemberitaan pers.Dewan Pers juga memfasilitasi organisasi-organisasi pers dalam menyusun peraturan-peraturan di bidang pers dan meningkatkan kualitas profesi kewartawanan.
Sedangkan tugas Dewan Pers adalah:
  1. Memberikan pernyataan penilaian dan rekomendasi dalam hal terjadinya pelanggaran Kode Etik, penyalahgunaan profesi, dan kemerdekaan pers.
  2. Keputusan Dewan Pers bersifat mendidik dan non-legalistik.
  3. Keputusan atau rekomendasi Dewan Pers dipublikasikan ke media massa.
Harus diingat dan digarisbawahi di sini bahwa Dewan Pers bukanlah lembaga pengadilan, yang bisa memasukkan jurnalis pelanggar kode etik atau pemimpin redaksi media massa bersangkutan ke penjara.
Keputusan Dewan Pers bukanlah vonis pengadilan.
Artinya, kalangan masyarakat yang merasa dirugikan oleh pemberitaan pers tetap terbuka untuk menempuh jalur hukum (lewat pengadilan), yang keputusannya memiliki kekuatan hukum. Seperti sudah diutarakan di atas, keputusan Dewan Pers bersifat mendidik dan non-legalistik.
2.5 Tanggung Jawab Wartawan
Kode etik jurnalistik adalah acuan moral yang mengatur tindak-tanduk wartawan. Kode etik jurnalistik bisa berbeda dari satu organisasi ke organisasi lain. Namun, secara umum berisi hal-hal yang menjamin terpenuhinya tanggung jawab wartawan kepada publik pembacanya. Tanggung jawab wartawan tersebut adalah sebagai berikut :
1.      Tanggung jawab
Tugas seorang wartawan adalah mengabdikan diri kepada kesejahteraan umum dengan memberikan informasi yang memungkinkan masyarakat membuat penilaian terhadap sesuatu masalah yang mereka hadapi. Wartawan tidak boleh menyalahgunakan kekuasaan untuk motif pribadi atau tujuan yang tak berdasar.
2.      Kebebasan
Kebebasan berbicara dan menyatakan pendapat adalah milik semua anggota masyarakat  dan wartawan menjamin bahwa urusan publik harus diselenggarakan secara publik. Wartawan harus berjuang melawan siapa saja yang mengeksploitasi pers untuk keuntungan pribadio atau kelompok.
3.      Independensi
Wartawan harus mencegah terjadinya benturan kepentingan dalam dirinya. Dia tidak boleh menerima apapundari sumber berita atau terlibat dalam aktifitas yang bias melemahkan integritasnya sebagai penyampai informasi dan kebenaran.
4.      Kebenaran
Wartawan adalah mata, telinga, indra dari pembacanya. Dia harus senantiasa berjuang untuk mewmelihara kepercayaan pembaca dengan meyakinkan kepada mereka bahwa berita yang ditulisnya adalah akurat dan berimbang.
5.      Tak memihak
Laporan berita dan opini harus jelas dipisahkan. Artikel opini harus secara jelas diidentifikasikan sebagai opini.
6.      Adil
Wartawan harus menghormati hak-hak orang yang terlibat dalam berita yang ditulisnya serta mempertanggungjawabkan kepada publik bahwa berita itu akurat dan adil. Orang yang dipojokkan oleh sesuatu fakta dalam berita harus diberi hak untuk menjawab.






2.6 Kode Etik Wartawan Indonesia (KEWI)
Sebagaimana terdapat dalam Surat Keputusan Dewan Pers No. 1/2000 yang dirumuskan di Bandung 1 September 1999 (yang dinyatakan tidak berlaku lagi oleh Dewan Pers), menyebutkan, “Wartawan Indonesia tidak menyiarkan informasi yang bersifat dusta, fitnah, sadis, dan pornografi serta tidak menyebutkan identitas korban kejahatan susila”. Sementara itu, “Kode Etik Jurnalistik” Indonesia (tahun 2003) dalam Pasal 3 menyebutkan “Wartawan tidak menyiarkan karya jurnalistik (tulisan, suara, dan gambar) yang menyesatkan, memutar balikkan fakta, bersifat fitnah, cabul, sadis,serta sensasional”. Pasal 3 ini di ubah menjadi pasal 4 dalam Kode Etik Jurnalistik (tahun 2006 disebut sebagai pengganti KEWI tahun 2000) dan rumusannya juga dipersingkat menjadi. “Wartawan Indonesia tidak membuat berita bohong, fitnah, sadis, dan cabul”. Lalu “Kode Kehormatan Internasional Jurnalistik” yang diterima Kongres International Federation of Journalists di Bordeaux, April 1954 seperti yang dikutip dari buku Pers dan Wartawan karangan Mochtar Lubis menyebutkan, “Dia (maksudnya wartawan) akan menganggap sebagai pelanggaran-pelanggaran professional yang besar hal-hal sebagai berikut : plagiarism, maki-makian, cercaan, tuduhan-tuduhan palsu, dan penerimaan sogok untuk menyiarkan atau tidak menyiarkan sesuatu”. Dan juga ditekankan, di dalam batas-batas hukum tiap-tiap Negara, “Wartawan mengakui dalam bidang profesionalnya hanya yurisdiksi kolega-koleganya, dan menolak setiap campur tangan pemerintah atau orang lain”.









BAB III PENUTUP
3.1            Kesimpulan
Etika jurnalistik adalah standar aturan perilaku dan moral, yang mengikat para jurnalis dalam melaksanakan pekerjaannya.
Kode etik jurnalistik yang bersifat bebas , bertanggung jawab dan bermoral bahwa wartawan atau pers tidak menyiarkan informasi yang besrifat fitnah , dusta , sadis , dan pornografi , serta tidak menyebutkan identitas dal kejahatan asusila pers bebas menyiarkan berita yang baik dan benar tanpa melanggar aturan kode etik tersebut.
3.2            Penutup
Demikian yang dapat kami paparkan mengenai materi yang menjadi pokok bahasan dalam makalah ini, tentunya masih banyak kekurangan dan kelemahannya, karena terbatasnya pengetahuan dan kurangnya rujukan atau referensi yang ada hubungannya dengan judul makalah ini.
Penulis banyak berharap para pembaca yang budiman dapat memberikan kritik dan saran yang membangun kepada penulis demi sempurnanya makalah ini dan dan penulisan makalah di kesempatan-kesempatan berikutnya. Semoga makalah ini berguna bagi penulis pada khususnya juga para pembaca pada umumnya.










D. DAFTAR PUSTAKA



Leave a Reply

Subscribe to Posts | Subscribe to Comments

// Copyright © Kumpulan Tugas //Anime-Note//Powered by Blogger // Designed by Johanes Djogan //